Subcribe And Share :

Twitter icon facebook icon Digg icon Technorati icon facebook icon Delicious icon More share social bookmark service

Investasi Asing

Mereka Yang Untung, Kita Yang Buntung
 
Kesejahteraan dan keluar dari belenggu kemiskinan, merupakan kata kunci untuk menjelaskan, kenapa suatu Negara melibatkan asing atau investasi asing dalam proses pembangunannya. Para intelektual liberal dalam memandang suatu bangsa agar keluar dari kemelut/belenggu kemiskinan yakni dengan mengintegrasikan diri dengan dunia luar/asing, dengan pengintegrasian ini diharapkan akan terjadi difusi modal, teknologi, dan transformasi institusi-institusi modern yang berasal dari barat.

Pandangan ini kemudian menuai kritik yang hebat ditahun 1965, oleh sebagain besar kalangan intelektual di Amerika Latin, pada tahun sama diadakan pertemuan di Kota Mexiko, yang dihadiri hampir seraturan kalangan ekonom yang berasal dari Amerika Latin, mereka berkumpul untuk memecahkan satoe persoalan, kenapa negara-negara di Amerika Latin dan bangsa-bangsa yang menghuni di Amerika Latin masih berada dalam kemiskinan. Pertemuan ini kemudian menghasilkan apa yang kita kenal “Deklarasi Ekonomi Amerika Latin”, yang pada intinya bahwa pembangunan suatu bangsa haruslah dilihat aspek-aspek struktural yang melandasi suatu bangsa.

Pada tahun yang hampir bersamaan/tidak berselang begitu lama kita mengalami ganjang-ganjing politik yang luar biasa hebat. Peristiwa tahun 1966 Proses penjatuhan presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan, rezim yang populer dan didukung rakyat dan tidak disukai barat karena kebijakan-kebijakan politiknya yang selalu berpihak pada rakyat. kemudian dijatuhkan oleh Soeharto dengan bantuan Amerika Serikat (Kapitalisme), tampilnya sosok jenderal Soeharto ditampuk kekuasaan dengan Orde Barunya, pada saat inilah kepentingan-kepentingan asing (Kapitalisme Internasional) dengan mudah masuk ke Indonesia. Sejatinya rezim Orde Baru hanya menjadi kaki tangan dari kepentingan-kepetingan kapitalisme internasional, ini dapat dibaca bahwa undang-undang yang pertama kali yang dibuat ketika rezim Soeharto berkuasa, yakni undang- undang Nomor 1 Tahun 1967 “Tentang Penanaman Modal Asing”.

Alarm dari Amerika latin, tidaklah dibaca oleh kalangan teknokrat yang menjadi arsitek pembangunan Orde baru, bahwa pembangunan yang pertama-pertama yang harus dilihat adalah dimensi-dimensi struktural yang telah melingkupi suatu bangsa. Tetapi oleh para teknokrat yang menjadi arsitek orde baru, pembangunan lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan asing di Indonesia. Para teknokrat berasumsi bahwa dengan semakin banyaknya orang asing ke Indonesia untuk berinvestasi, dengan sendiri akan memicu pertumbuhan ekonomi, yang dengan sendirinya akan menimbulkan multiple effect dengan kesejahteraan rakyat. (asumsi tickle down effect)

Para teknokrat ini berkeliling Eropa menawarkan bumi dan kakayaan alam bangsa Indonesia yang seperti gadis perawan dan belum terjamah. Meminta para pangeran-pangeran (pemilik modal) untuk berinvestasi di Indonesia. Meraka para teknokrat memberikan keleluasaan pada para pangeran eropa untuk menjamah kekayaan alam bangsa indonesia yang masih gadis perawan, mulai dari hak pengelolaan tambang, mineral, hutan untuk dieksplotasi, dengan jaminan tidak akan diganggu oleh masyarakat, karena ada aparat keamanan yang akan selalu siaga menjaga kepentingan-kepentingan asing di Indonesia.

Adanya jaminan keamanan dirasa tidaklah cukup, para teknokrat orde baru ini memberikan insentif yang menggiurkan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia; insentif ini akan memberikan keuntungan lebih dibanding kalau mereka (pangeran), berinvestasi di negeri asalnya, insentif yang didapat seperti; Pembebasan pajak terhadap keuntungan perusahaan sampai enam tahun bagi proyek-proyek yang diutamakan, dan dapat diperpanjang oleh pemerintah; Pembebasan pajak deviden pada tahun yang sama; pembebasan dari pajak material modal pada saat mulai investasi modal asing; Pembebasan dari bea masuk import untuk peralatan mesim, alat-alat dan kebutuhan awal pabrik; Pembebasan dari pajak harta benda; Hak mentransfer keuntungan yang sedang berlangsung dalam mata uang asal (Mas’oed, 1989).

Insentif dan jaminan keamanan dari penguasa, menjadikan para investor asing leluasa untuk menjamah dan menguras habis kekayaan alam yang terkandung dari bumi pertiwi, hutan yang masih perawan menjadi gundul, gugusan pengunungan yang elok nan indah menjadi dataran yang gersang, mineral yang berada berada didalam bumi disedot, menjadi lorong-lorong yang gelap.

Kebijakan mendorong investasi asing yang dilakukan orde baru bukanlah tanpa kritik, ada banyak suara yang mencoba mengingatkan akan dampak buruk dari investasi asing di Indonesia ini; para pengkritik ini tidaklah anti investasi asing, mereka (pengkritik) melihat bahwa harus dipersiapkan “jaring-jaring” pengaman sebelum memulai liberalisasi. Tanpa adanya jaring pengaman/regulasi, ikan-ikan yang kecil (pengusaha dalam negeri), akan dengan mudah dilahap ikan yang lebih besar (pemodal internasional), para pengkritik melihat orde baru tidak siap dengan perangkat regulasi/jaring pengaman, dan lebih mengendepankan mekanisme pasar bebas untuk menjadi hakim ekonomi. Sebagian para pengkritik lain melihat, bahwa tidak semua sektor ekonomi membutuhkan investasi asing untuk masuk didalamnya, karena tidak semua pabrik membutuhkan teknologi tinggi dalam menjalankan aktivitas produksinya.

Dampak lain investasi asing yang serampangan dan tanpa jaring pengaman menunjukkan repatriasi keuntungan yang relatif besar ke negeri asal (eropa barat), study yang dilakukan Do Santos di Amerika latin menunjukkan bahwa; selama periode 1946-1967, perbandingan antara modal yang ditransfer ke luar negeri dengan modal yang masuk ke negera-negara Amerika Latin adalah sebesar 2,7:1. Ini bermakna bahwa setiap US$1 yang masuk ke negara-negara Amerika Latin, akan diikuti dengan US$ 2,7 yang keluar. Perbandingan ini sesudah tahun enam puluhan diperkirakan menjadi dua kali lipat yaitu sebesar 5,4:1. (Aries & Sasono 1981).

Data-data ini mengkorfirmasi bahwa, kebijakan ekonomi yang serampangan, dalam pengertian investasi asing yang tidak terkendali akan berdampak buruk bagi perekonomian suatu negara secara masif dan sistemik pada kelanjutannya, kalau tidak mau dikatakan telah terjadi perampokan secara besar-besaran oleh kapitalisme internasional. Fakta-fakta yang terjadi di Amerika latin tidaklah berdiri sendiri, atau hanya menjadi fenomena yang terjadi dibelahan Amerika Latin saja, tetapi juga terjadi di Indonesia, study yang dilakukan Sritua Arief (1998), menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1973-1990 arus masuk investasi asing secara kumulatif adalah sebesar US$ 5,8 Milyar dollar, sedangkan nilai kumulatif keuntungan investasi asing yang direpatriasi ke luar negeri adalah sebesar US$ 58,9 Milyar dollar. Dengan membandingkan kedua angka ini, maka satu dollar Amerika Serikat yang dimasukkan investor asing ke Indonesia telah diikuti dengan mengalirnya sumber keuntungan dengan nilai sepuluh kali lipat, dari ekonomi indonesia.

Fakta ini semakin menunjukkan bahwa investasi asing yang tanpa kendali akan menjadi boomerang bagi suatu negara yang sedang membangun, harapan akan adanya kesejehteraan rakyat dari modal asing yang mengalir di Indonesia, sebagaimana yang dianut oleh para ekonom-ekonom yang bermahzab liberal, tentu akan sekedar menjadi harapan saja, fakta yang terjadi kekayaan alam bangsa indonesia akan terkuras habis, dan keuntungan akan terus lari ke luar negeri (mereka yang untung), dan meninggalkan kerusakan alam akibat eksploitasi kekayaan alam yang terkendali (kita yang buntung).

Sumber : Hendria.com

Revolusi Industri

Sejarah Peralihan Ke Masyarakat Industri

Prolog

Pada tulisan sebelumnya sudah sedikit dijelaskan tentang masa transisi dari masyarakat pra-pasar sampai munculnya msyarakat pasar, selain dua aspek pokok kegiatan ekonomi, yaitu perdagangan dan pertanian, sumber ketiga dari kekayaan ekonomi adalah ‘Industri’. kali ini saya akan membahas gambaran umum tentang sebuah fenomena besar sejarah perubahan ekonomi yang luar biasa pada abad ke-18 di Eropa yakni Revolusi Industri, dimana perubahan tersebut menciptakan sebuah peradaban baru dalam dunia ekonomi.

Pada masa itu pemilik modal sangat sedikit jumlahnya, karena orang yang mempunyai banyak uang waktu itu mendapat keuntungan dari perdagangan, pengangkutan atau meminjamkan uang kepada orang lain (Rentenir), bukan dari hasil produksi barang. Terdapat beberapa pabrik pada masa sebelumnya, akantetapi produksi dari pabrik tersebut kurang penting kalau dibandingkan pertanian dan perdagangan dalam bentuk jalinan perekonomian waktu itu

Perkembangan Teknologi

Selain kecilnya ukuran industri pada abad ke-17, ada hal lain yang menyebabkan industri berjalan lambat waktu itu, yakni tidak adanya perhatian untuk mengembangkan suatu teknologi industri. Pada abad pertengahan minim sekali perhatian dicurahkan pada perbaikan teknik produksi yang sistematis, orang-orang Mesir, Yunani dan Romawi kuno yang mempunyai teknik arsitektur tinggi juga tidak mempunyai perhatian terhadap produksi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Bahkan masa renaisan dan pembaharuan, teknologi industri belum menarik perhatian. Kecuali Leonardo Da Vinci yang mendapatkan berbagai penemuan, sebagian pemikir di eropa tidak tertarik dan masa bodoh terhadap perkembangan tekonologi. Ide untuk suatu proses produksi industri secara besara-besaran tidak bisa dibayangkan dalam suatu tatanan masyarakat yang statis dan tanpa uang, hal itu menyebabkan laju perkembangan industri menjadi lamban. Kenyataannya pada abad ke-18 ketika industri sudah dianggap sebagai usaha yang bernilai, tetapi masih juga dianggap sebagai kegiatan yang kurang penting oleh eropa.

Lalu, apa yang menyebabkan industri akhirnya memperoleh kedudukan yang utama?. Dalam hal ini, prosesnya bersangkutan dengan peristiwa-peristiwa yang akhirnya meletus sebagai Revolusi Industri. Masa merkantilis yang mendahuluinya dan menyiapkan benih-benihnya. Akantetapi segala sesuatu yang menyebabkan lahirnya revolusi industri tidak mungkin bisa dijelaskan dalam tulisan kali, karena membutuhkan penjelasan yang sangat detail dan panjang lebar dan tidak cukup kalau hanya dituliskan sebagai artikel seperti ini. Tapi kita akan mendapat gambaran secara umum tentang hal tersebut.

Tahun 1750 di Inggris


Ada seorang kawan pernah bertanya kepada saya waktu diskusi mingguan, dia bilang ‘ Mengapa revolusi industri pertamakalinya di Inggris, kok bukan di Eropa?’. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melihat sedikit tentang faktor-faktor yang membedakan Inggris dengan daratan eropa.

Hal yang pertama adalah bahwa Inggris pada masa itu lebih kaya dari bangsa-bangsa di eropa. Kekayaan ini didapat dari berbagai eksplorasi yang dilakukan Inggris dan berhasil, perdagangan budak, perampokan, peperangan dan perdagangan yang menjadikan Inggris menjadi negara terkaya di dunia. Yang lebih penting lagi bahwa kekayaan di Inggris tidak hanya dimonopoli oleh beberapa bangsawan saja, tetapi juga terbagi pada golongan menengahnya. Dengan demikian Inggris menjadi bangsa pertama yang mengembangkan dan memenuhi prasyarat utama bagi sebuah ekonomi industri, yaitu suatu pasar ekonomi secara missal. Kenaikan permintaan menyebabkan timbulnya kebutuhan akan teknik-teknik baru. Untuk memajikan seni dan produksi diadakan sayembara kalau bahasa sekarang kontes untuk menemukan mesin pemintal yang dapat memintal enam helai bidang sekaligus. Mesin pemintal inilah yang kelak melahirkan alat pemintal Arkwright.

Unsur kedua, pembaharuan masyarakat feudal menjadi menjadi masyarakat pasar paling berhasil di Inggris. Proses pemagaran merupakan suatu perubahan sejarah yang membedakan Inggris dengan daratan eropa. Di Inggris kaum Aristokrat mengadakan perdamaian dengan pedagang, wa;aupun masih terdapat pertentangan kepentingan anatara tuan tanah dan orang-orang kaya baru, tapi pada tahun 1700 penguasa di Inggris memutuskan untuk mengadakan penyesuaian dan bukannya perlawanan terhadap kekuatan pasar.

Unsur ketiga, di Inggris terdapat semangat ilmu pengetahuan dan teknik. Royal Society yang terkenal, Newton pernah jadi presidennya yang didirikan tahun 1860 dan menjadi sumber kegairahan intelektual. Disamping itu banyak lagi sebab-sebab yang lain, seperti adanya tambang-tambang batu bara dan biji besi yang besar, timbulnya undang-undang yang paten dan sebagainya. Ketika teknik-teknik yang baru menglahkan yang lainnya saingan-saingannya yang bersifat kerajinan yang terdapat di sekelilingnya, ,aka pengusaha-pengusaha yang mempergunakan teknik-teknik baru baru berhasil memperluas pasarannya dengan hebat. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya teknik-teknik baru ini adalah kreatifitas sekelompok orang-orang baru yang mempergunakan kesempatan untuk mengangkat dirinya ke tangga kemasyuran dan kekayaan.

Munculnya Orang-Orang Baru Dalam Revolusi Industri

Pada masa itu muncul beberapa tokoh yang salah satunya adalah John Wilkinson. Sebagai anak seorang pemilik bengkel besi, dia mempunyai pengetahuan teknik yang cukup tentang pekerjaannya, dia menemukan bermacam-macam barang waktu itu, rolling mill, dan sistem lathe, suatu proses untuk membuat pipa dan tabung besi. Dia juga mendapatkan teknik-teknik baru untuk membuat besi. Keberhasilannya dalam bidang produksi mendorong untuk mendapatkan pemakaian-pemakaian yang prkatis, barang-barang dibuat dari besi, pipa, jembatan dan kapal. Wilkinson hanyalah seorang dari sekian banyak orang-orang baru ini, yang paling terkenal adalah James Watt yang bersama-sama Matter Boulton mendirikan pabrik uap yang pertama kali. James Watt adalah anak seorang arsitek, pembuat kapal  dan pembuat alat-alat pelayaran. Pada masa muda dia dia sudah menjadi orang yang matang dalam ilmu pengetahuan permesinan, dia pernah ditolak oleh Guilde tukang-tukang besi karena mau membuat instrument matematik yang akan membuat penemuan-penemuan baru yang akan dapat menghancurkan organisasi-organisasi Guilde. Pada tahun 1796 dia membuat suatu mesin yang kuat dan efisien. Awalnya dia bersama Matter Boulton serta pengusaha besi lainnya mendirikan perusahaan taoi gagal, lalu Matter Boulton diganti oleh John Roebuck dan terbentuklah kombinasi antara keterampilan teknik dan pengetahuan dagang. Mesin uap adalah penemuan yang paling besar dalam revolusi industri, tapi tidak kurang pentingnya adalah penemuan oleh Arkwright dengan mesin tenunnya, dan berbagai penemuan yang banyak lagi.

Ada sebuah catatan menarik dalam hal ini yakni bahwa diperlukannya suatu sistem sosial yang cukup luwes untuk memungkinkan masyarakt naik ke strata yang labih timggi. Barulah sesudah itu kita bias melihat tersalurnya energi orang-orang berbakat ini, yaitu berasal dari golongan kelas rendah dan menengah, maka kita dapat menghargai pengaruh dari revolusi sosial dan ekonomi yang mendahuluinya. Dalam abad pertengahan, peningkatan orang-orang seperti ini hamper tidak bisa dibayangkan. Bisa dikatakan bahwa orang-orang baru ini adalah produk dan persiapan ekonomi Inggris sendiri, mereka adalah orang-orang yang mendapatkan keuntungan karena adanya permintaan yang meningkat dan orang-orang yang ingin tahu dalam bidang teknik waktu itu. Disamping itu banyak pengusaha-pengusaha kecil yang berusaha untuk menggunakan modal mereka yang kecil dalam bidang yang paling memberi harapan waktu itu.

Pengaruh Industri terhadap Masyarakat

Revolusi industri sanagat mempengaruhi masyarakat waktu itu, yang paling nyata dari teknik-teknik industri adalah meningatnya hasil-hasil industri yang mengalami pembaharuan ini. Meningkatnya impor kapas, meningkatnya industri tekstil dan meningkatnya industri-industri lain yang menggunakan teknologi baru ini. Namun yang paling penting adalah bahwa revolusi industri yang didorong oleh teknologi memungkinkan berkembang secara terus-menerus.

Perubahan ini juga ditandai dengan timbulnya pabrik, dimana kita dapat menggambarkan revolusi industri sebagai suatu perubahan masyarakat pedagang, Petani menjadi suatu masyarakat industri dalam kehidupan ekonomi. atau dengan kata lain bahwa revolusi industri ditandai dengan munculnya pabrik sebagai pusat penghidupan sosial dan ekonomi. Sesudah tahun 1850, pabrik bukan hanya lembaga ekonomi terpenting di Inggris, tapi juga merupakan lembaga yang memberi penaruh pada persoalan-persoalan politik dan ekonomi, ciri-ciri kehidupan sehari-hari sama seperti masyarakat manor dan guilde pada tulisan sebelumnya.

Beberapa tempat yang mungkin kita lupa bahwa tempat ini merupakan tempat-tempat transisi dari pertanian menjadi kota. sampai pertenghanan abad ke-18, beberapa daerah di Inggris menglami perubahan seperti Glasgow, New Castle dan Rhondda Valley yang sebelumnya merupakan tanah pertanian dan tanah kosong, dan Manchester sebelumnya hanyalah sebuah Desa. Namun bagi petani perubahan ini membutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang drastis. Mereka tidak lagi bisa bekerja seenaknya seperti sediakala tapi harus sesuai dengan mesin, masa paceklik tidak lagi ditentukan oleh alam tapi oleh pasar, tanaha tidak lagi menjadi sumber penghidupan yang berada dalam jangkauan melainkan sebidang lokasi pabrik.

Selama tahun-tahun permulaan revolusi industri para pekerja menentang pemakaian mesin-mesin, bahkan di akhir abad ke-18 pabrik-pabrik dirusak dan dihancurkan. Beberapa referensi sempat menuliskan bahwa saat pabrik tekstil dibangun, seluruh desa bangkit dan melakukan perlawanan yang dipimpin oleh General Ludd beserta pengikut-pengikutnya yang menentang industrialisasi di akhir tahun 1813, gerakan ini berakhir secara menyedihkan yaitu dengan penggantungan dan pembuangan.

Kondisi Kerja Pada Masa Revolusi Industri

Pada masa itu kondisi para buruh tidak kalah menyedihkan dibanding dengan masa pembukaan pabrik tersebut, bahkan lebih menyedihkan. Tenaga buruh anak-anak adalah hal yang biasa dan bahkan berumur 4 tahun dengan jam kerja pada umumnya mulai matahari terbit sampai matahari terbenam. Referrensi yang menulis tentang kondisi buruh masa itu adalah sebuah komite yang dibentuk pada tahun 1812 untuk menyelidiki kondisi kerja memberikan beberapa laporan antara lain

    * Jam kerja dimulai pada pukul 3 pagi dan selesai jam 22.00 atau jam 10 malam.
    * Waktu istirahat selama 19 jam kerja yaitu; makan ¼ jam, makan malam ½ jam, dan waktu minum ¼ jam.
    * Waktu istirahat tersebut pada umumnya digunakan untuk membersihkan mesin-mesin atau dry down.
    * Bagi para buruh yang kecelakaan kerja akibat permesinan dan atau jarinya terputus, tangannya putus karena terlindis mesin atau sakit karena akibat tersebut, gajinya tidak dibayar.
    * Karena jam kerja yang terlampau berat, para buruh membangunkan dirinya dengan menggoncangkan tubuh mereka agar bangun dengan alat.

Hal diatas merupakan gambaran umum pada masa permulaan revolusi industri, jam kerja yang panjang, pabrik-pabrik yang kotor, dan tidak adanya tindakan-tindakan pengamanan yang paling sederhana sekalipun.

Kita beralih pada keadaan tempat tinggal para buruh, mereka ditempatkan di Glasgow, dimana tempat tersebut disebut dengan The Wynd. Wynd merupakan distrik tempat tinggal para pekerja, tempat tersebut dihuni oleh sekitar 15.000-30.000 orang. Bentuk luar dari tempat ini sudah sangat menyedihkan, di dalamnya terdapat kekotoran dan kemesuman. Pada malam hari, dikamar tidur semua orang menggeletak di lantai. Bahkan ¾ laki-laki dan perempuan saling tumpuk, sebagian berpakaian dan sebagian telanjang. Tidak ada kursi, tidak ada meja, dan dan satu-satunya benda yang merupakan petunjuk adalah bahwa goa ini merupakan tempat tinggal. Pencurian dan pelacuran adalah sumber pendapatan mereka yang utama. Tidak disangsikan lagi bahwa masa itu ditandai oleh penderitaan rakyat yang sangat luas.

Revolusi Industri Dalam Perkembangannya

Revolusi industri merupakan titik balik dan titik awal dari munculnya masyarakat baru dalam ekonomi. Sejarah perubahan baru dalam ekonomi kapitalisme muncul yang diikuti dengan gerakan-gerakan perlawanannya waktu itu. Revolusi industri memberikan sebuah rangka ekonomi baru dalam politik yaitu sejarah perjuangan kelas. Dalam perkembangannya muncul apa yang modal dan produktivitas, modal dan tabungan. Kapitalisme adalah salah satu perkembangan dari revolusi industri, para pemilik modal mampu mengakumulasikan modalnya untuk menciptakan ruang ekonomi baru, sehingga ekonomi menjadi bagian yang integral dari kehidupan manusia sehari-hari. Industrialisasi juga diikuti oleh berbagai negara di eropa dan amerika serikat.

Penutup

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa revolusi Industri merupakan sebuah perubahan yang fenomenal dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, kita bisa melihat perkembangan masyarakat kapitlistik yang begitu dahsyat dengan jutaan bentuknya sampai sekarang. Namun apakah kedahsyatan revolusi industri berserta kapitalistiknya mampu mensejahterakan pada masyarakat?. Pertanyaan itu yang sampai saat menjadi perdebatan, silahkan kawan-kawan jadikan contoh Negara kita ini tercinta ‘Indonesia’ lihat kondisi ekonominya dan kawan nilai sendiri, dan tentunya harus memakai referensi yang akurat.

Selamat belajar …!
Terima kasih ……!

Penulis : Hendri Ansori

Sistem Ekonomi Guilde

Oleh Hendri Ansori
Tentang Guilde
Disamping manor-manor yang terdapat juga sisa kota-kota romawi, dan kota-kota kecil ini semuanya memerlukan suatu saluran pasar untuk melayani mereka dan merupakan unit sosial yang sangat berbeda dengan manor dimana hukum dan kebiasaan berlaku terhadap mereka. Walaupun ada kota yang dilindungi oleh manor, penduduk kota sedikit demi sedikit dapat membebaskan dirinya dari keharusan untuk tunduk pada peraturan-peraturan tuan tanah. Berlainan dengan hukum yang berlaku bagi manor, di kota-kota berkembang hukum yang mengatur kegiatan-kegiatan perdagangan. Akhirnya di dalam kota-kota itu sendiri terdapat pusat-pusat industri abad pertengahan. Manor yang paling besar sekalipun tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya jangankan untuk memperluasnya. Bila diperlukan Jasa-jasa atau barang-barang yang dihasilkan seperti kaca harus dibeli dari tukang kaca, batu harus dibeli dari penggali batu, besi harus dibeli dari pandai pembuat besi dan lain sebagainya. Dan semua arang-barang ini dapat diperoleh di kota-kota waktu itu dan tukang-tukang ini biasanya tergabung dalam serikat sekerja. Serikat sekerja ini dinamakan Guilde dan organisasi sekerja ini berasal dari zaman Romawi. Guilde ini merupakan kesatuan usaha abad pertengahan. Seseorang tidak dapt berusaha kalau tidak menjadi anggota Guilde. Jadi Guilde merupakan suatu serikat kerja bersifat eksklusif. Tokoh yang dominan dalam Guilde ini adalah pimpinan Guilde atau pemilik pabrik merdeka.
Guilde pada kota-kota abad pertengahan tedapat berbagai macam waktu itu, sperti guilde pembuat sarung tangan dan tukang rajut, pembuat topi dan penulis, masing-masing dengan alat produksinya, cara hidup dan peraturan tersendiri, tapi bila kehidupan dalam guilde sangat berbeda dengan kehidupan yang terjadi pada masyarakat manor. Guilde merupakan cikal bakal kehidupan modern di hadapi abad pertengahan dengan proses yang tidak singkat..
Awalnya guilde lebih dari hanya suatu lembaga untuk mengatur produksi, sebagian peratuaran-peraturannya mengatur tentang gaji, kondisi kerja dan standardisasi hasil produksi, tapi disamping itu mereka juga mengatur tingkah laku anggota-anggotanya. Disamping mencari untug, guilde juga bertugas untuk melindungi cara hidup untuk dapat memberikan penghasilan yang pantas kepada pemimpin guilde dan pekerjanya, tapi juga menghalangi mereka untuk menjadi usahawan besar dan monopoli. Guilde disusun sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya persaingan diantara anggota-anggotanya. Persaingan dilarang, besarnya laba ditentukan. Reklame dilarang bahkan kemajuan teknik yang lebih baik dari anggota-anggota lainnya dianggap sebagai pelanggaran. Pedagang tidak dibenarkan membujuk pembeli supaya datang ke tokonya ataupun tidak boleh memanggil seseorang yang sedang berurusan dengan anggota guilde lainnya, juga tidak dibenarkan membuat sandang dengan cara yang berlainan dari rekan-rekannya. Cara membuat sandang dan standard sandang yang dihasilkan kalau perlu dapat diperiksa oleh anggota lainnya, jika terdapat pelanggaran maka dia dapat dikenakan denda yang sangat berat.
Dari uraian diatas kita mendapat gambaran suatu perkembangan ekonomi di abad pertengahan dari zaman feudal, sangat jauh untuk kita mengatakan bahwa pada guilde ini telah ada sentuhan ekonomiu modern, disini tidak bebas mentukan harga, tidak ada monopoli, tidak ada penyelidikan untuk kemajuan, guilde terpaksa berusaha menghidarkan resiko untuk perusahaan mereka yang lemah. Tujuan yang ingin dicapainya bukanlah kemajuan tapi melindungi yang ada dan menjaga stbilitasnya.
Selamat Belajar
Terima kasih …!

Masyarakat Pra Pasar

Prolog
Pertukaran untuk kebutuhan hidup selalu terjadi pada manusia, mempertukarkan barang-barang satu dengan yang lainnya, jual beli barang merupakan titik puat dari kehidupan ekonomi karena jual beli adalah titik pusat dari masyarakat pasar, oleh karena itu tidak ada salahnya jika kita mempelajari timbulnya masyarakat pasar tersebut yang akan diruntun dari masyarakat pra pasar.
Pasar sudah ada sejak zaman dulu, sejak zaman es manusia sudah melakukan perdagangan, berbagai referensi telah membuktikan bahwa pemburu-pemburu dari Rusia sudah berdagang dengan
pedagang dari laut tengah, begitu juga dengan pemburu Cro magenta dari prancis dan jerman, para arkeolog telah menemukan kotak kayu yang dibungkus dengan kulit, bersama-sama dengan pisau, jarum yang kesemuanya berasal dari zaman tengah. Menurut mereka ini mungkin merupakan contoh yang dibawa oleh pedagang keliling.
Semakin banyak masyarakat yang teratur, semakin banyak ditemui perdagangan dan pasar. Berabad-abad sebelum ada homer, pedagang-pedagang dari Uruk dan Niffan sudah mulai berdagang. Pernah ada seorang yang bernama atidum dari Ributem menyewa tanah untuk memperluas kantornya dari pendeta Shamas denga enam shekel perak pertahun, juga abubakar pemilik kapal sangat gembira waktu anaknya diangkat menjadi pendeta Shamas, karena dia akan membuka kantor di dekat kuil tersebut.
Uraian diatas cukup membuktikan bahwa masyarakat pasar sudah ada sejak zaman dahulu kala, pembagian kerja maupun distribusi hasil produksi, pada umumnya tidak ada hubungannya dengan proses pasar. jelas bahwa dalam masyarakat kuno, pasar bukanlah alat yang dipakai untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat saat itu. Pasar bukanlah bagian yang integral dari sistem produksi dan distribusi.

1. Dasar Pertanian Masyarakat Kuno
Kita dapat melihat perbedaan-perbedaan diantara masyarakat-masyarakat kuno yang besar di dalam lapangan politik, agama, maupun kebudayaan, akaktetapi terdapat sebuah persamaan yakni struktur ekonomi. Bahwa sebagian masyarakat kuno ini adalah masyarakat petani, namun pada umumnya kemampuan petani mayarakat kuno sangat terbatas untuk memberi makan kepada masyarakat yang bukan petani.
Penggarap tanah adalah seorang petani, dan seorang petani sebagai anggota sosial sangat berbeda dengan seorang petani besar. Petani tidak mawas terhadap perkembangan teknologi, mereka sangat terkait pada tradisi dalam menggarap tanahnya, karena bagi mereka kesalahan kecil saja akan berarti bahaya kelaparan menunggu mereka. Barang kebutuhan mereka pada umumnya dubuat sendiri dan hasiil-hasil produksinya hanya cukup buat keperlluan mereka sendiri, sehingga tidaklah memungkinkan terjadi jual-beli yang selanjutnya melahirkan pasar. Sebagian dari panen diserahkan pada tuan tanah sebagai sewa tanah karena pada umumnya tanah yang digarap petani bukan miliknya sendiri.
Dalam sejarah memang diketahui di Roma dan Yunani kuno terdapat petani merdeka, tapi mereka hanyalah sekelompok kecil saja, namun pada umumnya mereka menyewa tanah pada tuan tanah. Di Roma dan Yunani, petani merdeka ini lambat laun disingkirkan oleh petani-petani besar yang dimiliki para tuan tanah. Pertanian-pertanian raksasa ini yang disebut Laitfundium.
Demikianlah petani kecil yang menjadi tukang punggung ekonomi kuno tidak memungkinkan timbulnya pasar, meskipun beberapa petani dapat menjual hasil panennya pasar, tapi pada umumjnya meraka jarang ke pasar. Kehidupan kebanyakan meraka, terutama budak, hampir-hampir tidak menggunakan uang. Beberapa keeping uang logamyang diperolehnya segera disimpan dan akan dibelanjakan dalam keadaan sangat mendesak dan ini merupakan satu-satunya hubungan mereka dengan transaksi pasar. jadi walaupun terdapat perbedaan dalam status social, petani pada berbagai tampat dan zaman, namun dalam garis besar penghidupan ekonominya tetap. Jual beli dengan tujuan memperoleh untung hampir tidak dikenalnya. Miskin, dibebani pajak, tertekan, korban keganasan alam, dilanda perang, terikat pada tanahnya karena adapt kebiasaan, didomonir oleh hokum ekonomi tradisional, kesemuanya adalah cirri kehidupan petani zaman dulu. Bagi mereka dorongan untuk mengadukan perubahan adalah intruksi dari atasan. Bekerja, sabar, dan daya tahan yang luar biasa meruapakan sumbangan mereka yang utama pada peradaban.


2. Kehidupan Ekonomi di Perkotaan
Pada kehidupan masyarakat kuno dan organisasi-organisasi ekonomi petani di pedalaman dan penduduk kota sangat berbeda. Para petani sama sekali tidak ikut mekanisme pasar, sebaliknya penduduk kota sangat mempengaruhi mekanisme pasar karena susunan masyarakat kota yang heterogen, penuh vitalitas dan kegairahan. Keadaan ini terdapat di Mesir kuno, Yunani kuno, atau Roma kuno. Kehidupan ekonomi yang penuh vitalitas ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan ekonomi di pedalaman yang relative statis. ta-kota merupakan pusat peradaban; tapi sebagai pusat kegiatan ekonomi terdapat jurang yang dalam sebagai pemisah dengan pedesaan di sekitarnya, menjadikan kota sebagai suatu kehidupan ekonomi tertutup dan bukannya sebagai pemberi hidup dalam hubungan ekonomi kota-desa yang menyeluruh.
3. Perbudakan
Perekonomian kota kuno sangat tergantung pada perbudakan, Perbudakan merupakan tonggak utama pada hampir semua masyarakat kuno. Budak bukanlah sumber tenaga kerja, kelompok-kelompok pekerja merdeka juga memberikan tenaganya untuk kota, di banyak kota kaum penganggur merupakan sumber tenaga kasar. Tapi sangat diragukan bahwa tanpa budak belian, perekonomian kota yang gemerlap dapat dipertahankan. Dan perbudakan ini membawa kita pada pokok persoalan. Perekonomian pasar yang berkembang di kota-kota kuno ditunjang dengan suatu struktur ekonomi yang berdasarkan tradisi dan komando, tidak ada saling pengaruh yang bebas antara berbagai factor ekonomi dalam menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi, karena para pedagang berdiri di atas pundak ribuan petani dan budak belian.

Land Reform

Pemerintah baru-baru ini mewacanakan kepada mayarakat hendak melaksanakan Pembaruan Agraria. Rencana pemerintah ini sangat penting, sebab agenda Pembaruan Agraria adalah agenda bangsa yang sampai saat ini belum terlaksana.
Oleh sebab itu, kami dari berbagai Organisasi Petani, Masyarakat Adat dan NGO merasa penting menyampaikan posisi dan pandangan kami yang terangkum dalam pandangan sebagai berikut:
Pembaruan Agraria yang hendak dijalankan oleh pemerintah mestilah dibawah kerangka hukum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Kerangka hukum ini tentu saja harus diikuti dengan itikad untuk memegang teguh lima prinsip dasar melatar belakangi kelahiran UUPA yaitu: 1. Pembaruan hukum agraria kolonial menuju hukum agraria nasional yang menjamin kepastian hukum, Penghapusan hak asing dan konsesi kolonial atas tanah di Indonesia, Mengakhiri penghisapan feodal dan perombakan struktur penguasaan tanah, Sebagai Wujud implementasi atas pasal 33 UUD 1945.
Pengertian Pembaruan Agraria adalah penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani, dan rakyat kecil atau golongan ekonomi lemah pada umumnya seperti terangkum dalam pasal 6,7,9,10,11,12,13,14,15,17 UUPA 60. Inti dari pembaruan agraria adalah landreform yaitu redistribusi kepemilikan dan penguasaan tanah. Meskipun demikian landreform tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh program-program penunjang seperti pengairan, perkreditan, penyuluhan, pendidikan, pemasaran, dan sebagainya. Jadi pembaruan agraria adalah landreform plus.
Tujuan pembaruan agraria menurut UUPA adalah penciptaan keadilan sosial, peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mewujudkan tujuan kemerdekaan bangsa yang terangkum dalam Pembukaan UUD 1945 dan terjemahan dari praktek ekonomi negara dalam Pasal 33 UUD 1945.
Selama ini, akibat tidak dijalankannya Pembaruan Agraria dan dipetieskannya UUPA 60 telah menyebabkan semakin mendalamnya ketimpangan kepemilikan, penguasaan dan penggunaan sumber-sumber agraria khususnya tanah, maraknya konflik agraria dan kerusakan lingkungan. Maraknya konflik agraria yang merebak selama ini adalah tanda dari perlu dilaksanakannya pembaruan agraria. Jadi: Pembaruan Agraria yang dimaksudkan oleh pemerintah adalah selain untuk menata ulang struktur kepemilikan, penguasaan sumber-sumber agraria sehingga dapat menjawab ketimpangan agraria juga untuk menuntaskan konflik agraria yang selama ini timbul.
Konflik Agraria juga dapat terjadi dalam proses pelaksanaan pembaruan agraria apabila prasyarat pendukungnya tidak disiapkan secara matang. Prasyarat utama tersebut adalah: kemauan dan dukungan politik yang kuat dari pemerintah, data agraria yang akurat, serta organisasi tani yang kuat serta terpisahnya elit bisnis dan elit politik dalam menjalankan Pembaruan Agraria. Dengan melihat prasyarat ini maka peran negara sangat penting bahkan tidak tergantikan, sementara pelaksanaan pembaruan agraria tanpa melibatkan organisasi rakyat maka tujuan-tujuan dari Pembaruan Agraria tidak akan tercapai dan bahkan mengalami kegagalan.
Pengalaman pelaksanaan pembaruan agraria di sejumlah negara Asia (seperti: China, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan), Afrika dan Amerika Latin, menunjukkan setidaknya ada 10 (sepuluh) aspek utama yang perlu diurus kelengkapannya oleh penyelenggara negara bila pembaruan agraria mau berhasil, yakni : (1) Mandat Konstitusional, (2) Hukum Agraria dan Penegakkannya, (3) Organisasi Pelaksana, (4) Sistem Administrasi Agraria, (5) Pengadilan, (6) Desain Rencana dan Evaluasi, (7) Pendidikan dan Latihan, (8) Pembiayaan, (9) Pemerintahan Lokal, dan (10) Keterlibatan penuh Organisasi Petani.

LANGKAH-LANGKAH
Untuk menjalankan Pembaruan Agraria maka diperlukan sebuah badan pelaksana atau komite yang bertugas menjalankan Pembaruan Agraria. Komite tersebut adalah sebuah Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA). KNPA ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas utamanya adalah untuk: (i) Merumuskan strategi dan tata cara pelaksanaan pembaruan agraria; (ii) Mengkordinasikan departemen-departemen terkait dan badan-badan pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat untuk mempercepat pelaksanaan pembaruan agraria; (iii) Melaksanakan penataan struktur penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah serta sumber-sumber agraria lainnya; dan (iv) Menangani konflik-konflik agraria, baik warisan masa lalu, maupun konflik-konflik agraria yang mungkin muncul akibat pelaksanaan pembaruan agraria.
Komisi Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) adalah sebuah badan adhoc yang bekerja hanya dalam jangka waktu pelaksanaan Pembaruan Agraria. Keanggotaanya komite ini wajib merepresentasikan unsur pemerintahan, unsur serikat petani, NGO, dan pakar yang sejak awal concern dalam perjuangan dan tujuan-tujuan Pembaruan Agraria.
KNPA merumuskan desain rencana pelaksanaan hingga evaluasi Pembaruan Agraria. Desain rencana pelaksanaan itu sekurang-kurangnya memuat (1). Sistem pendataan objek dan subjek Pembaruan Agraria, (2). Data peruntukan tanah, (3) Desain redistribusi tanah dalam skema rumah tangga pertanian, kolektive/komunal masyarakat, koperasi produksi dan atau usaha bersama pertanian oleh masyarakat, (4). Desain larangan dan sanksi bagi penerima tanah yang menelantarkan tanah dan menjual tanah, (5) sanksi berat bagi pemalsu objek dan subjek Pembaruan Agraria, (6). Desain keterlibatan dan peran para pihak dalam pelaksanaan Pembaruan Agraria (7). Desain dukungan akses infrastruktur dan keuangan setelah distribusi.
Untuk memudahkan KNPA mendata objek-objek Pembaruan Agraria, KNPA menjalankan tugas berdasarkan sistem administrasi agraria yang nasional yang lintas sektoral, lintas regional sehingga identifikasi atas objek dan subjek Pembaruan Agraria akan dapat lebih mudah dilakukan. Dengan mengacu kepada UUPA maka objek-objek pembaruan agraria sebagian besar adalah tanah negara yang dikuasai oleh pihak perkebunan, tanah negara yang dikuasai oleh Kehutanan khususnya industri kehutanan dan tanah kelebihan maksimum, tanah absentee (pertambangan, perikanan, peternakan dll).
Pembaruan Agraria mestilah dibiayai oleh APBN/D pemerintah bersama DPR berkewajiban mengalokasikan anggaran untuk Pembiayaan Pembaruan Agraria secara proporsional. Pembiayaan seluruh komponen dari Pembaruan Agraria haruslah berasal dari sumber dana yang bukan berasal dari Hutang Luar Negeri dan atau bantuan pendanaan lain dari pihak manapun yang mengikat dan dapat menyebabkan tujuan-tujuan Pembaruan Agraria menjadi tidak tercapai.
KNPA mengkoordinasikan dukungan departemen-departemen dan lembaga pemerintah non departemen di pemerintahan yang terkait dengan tujuan Pembaruan Agraria. KNPA juga bertugas melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang pengetahuan dasar Pembaruan Agraria khususnya mengenai tujuan, agenda, strategi dan pelaksanaan Pembaruan Agraria sehingga dapat mobilisasi dukungan dari rakyat. Dalam tahap pelaksanaan KNPA berhak merekrut dan mendidik para sukarelawan KNPA tentang tata cara pelaksanaan Pembaruan Agraria di tingkat wilayah.
Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berkewajiban membantu melaksanakan sepenuhnya program pembaruan agraria nasional ini sesuai dengan pasal 14 UUPA 1960. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah juga berkewajiban menghapus segala Peraturan Daerah yang dapat menghalang-halangi dan menghambat pelaksanaan Pembaruan Agraria. Pemerintah Daerah berkewajiban menjaga hasil-hasil Pembaruan Agraria sehingga dapat lebih maju dan berkembang, yang secara nyata tercermin dalam program dan anggaran Pemerintah Daerah.
Keterlibatan penuh Organisasi Rakyat sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pembaruan Agraria adalah syarat utama keberhasilan pelaksanaan Pembaruan Agraria. Keterlibatan ini dimulai dari level nasional hingga level lokal. Keterlibatan ini untuk menjamin kepastian bahwa subjek utama penerima tanah dalam pelaksanaan Pembaruan Agraria adalah petani miskin, buruh tani tanpa pembedaan laki-laki dan perempuan. Keterlibatan organisasi tani juga untuk memastikan bahwa serikat petani ataupun koperasi serikat petani bersama-sama pemerintah berkewajiban memajukan taraf produksi dan teknologi produksi di lapangan agraria secara bersama-sama sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Demikian pandangan kami.

JAKARTA, 27 November 2006
Petani Mandiri, AGRA, FSPI, STN, DTI, AMAN, API, KRKP, SBD, PBHI, KPA, UPC, Pergerakan, Pokja-PA-PSDA, Walhi, HuMA, RACA, FWI, JKPP

Paradigma Kesejahteraan Rakyat Dalam Ekonomi Pancasila


I. Amandemen Konstitusi yang Keliru
1. Ada tiga istilah berbeda yang dalam praktek digunakan secara bergantian dan sering dianggap sama arti yaitu Kesejahteraan Sosial (judul bab XIV UUD 1945), Kemakmuran Rakyat (ayat 3 pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya), dan Kesejahteraan Rakyat (nama sebuah Kementerian Koordinator). Kebanyakan kita tidak berminat secara serius membahas secara ilmiah perbedaan ke tiga istilah tersebut. Akibat dari keengganan ini jelas yaitu tidak pernah ada kepastian dan ketegasan apa misi sosial instansi-instansi pemerintah atau kementerian utama yang berada dalam lingkup Menko Kesejahteraan Rakyat seperti Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, atau Departemen/Kementerian Sosial. Jika judul bab XIV yang mencakup pasal 33 UUD 2002 (amandemen pasal 33 UUD 1945) diubah dari hanya Kesejahteraan Sosial menjadi Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial (terdiri atas 5 pasal, 3 pasal lama dan 2 pasal baru), maka anggota MPR kita rupanya telah tersesat ikut menganggap bahwa perekonomian nasional bisa dilepaskan kaitannya dengan kesejahteraan sosial. Pada saat disahkannya UUD 1945 para pendiri negara tidak ragu-ragu bahwa baik buruknya perekonomian nasional akan ikut menentukan tinggi rendahnya kesejahteraan sosial. Dalam kaitan dengan dasar-dasar ilmiah lahirnya ilmu ekonomi, para pendiri negara berpandangan bahwa ilmu ekonomi adalah cabang/bagian dari ilmu sosial yang pengamalannya akan bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.
2. Kekeliruan lain yang muncul dalam amandemen pasal 33 UUD 1945 adalah penambahan ayat 4 tentang penyelenggaraan perekonomian nasional yang dibedakan dari penyusunan perekonomian nasional yang sudah disebutkan pada ayat 1: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Alasan penambahan ayat 4 rupanya sekedar mencari kompromi antara mereka yang ingin mempertahankan dan yang ingin menggusur asas kekeluargaan pada ayat 1. Mereka yang ingin menggusur asas kekeluargaan memang bersemangat sekali memasukkan kata efisiensi (ekonomi) karena mengira asas kekeluargaan menolak sistem ekonomi pasar yang berprinsip efisiensi, padahal yang benar perekonomian yang berasas kekeluargaan atau berasas Pancasila tidak berarti sistem ekonomi “bukan pasar”. “Masih untung”, dalam rumusan hasil amandemen (ayat 4) kata efisiensi disambung dengan kata berkeadilan (efisiensi berkeadilan), padahal rumusan aslinya adalah efisiensi, berkeadilan, … dst. Tentu dapat dipertanyakan apakah memang ada konsep efisiensi berkeadilan atau sebaliknya efisiensi yang tidak berkeadilan.
3. Kekeliruan fatal yang dapat dianggap sebagai “pengkhianatan” terhadap ikrar para pendiri negara adalah penghapusan total penjelasan pasal-pasal UUD 1945 pada UUD 2002. Menyangkut pasal 33, penghapusan penjelasan UUD 1945 ini berarti hilangnya pengertian demokrasi ekonomi (pengutamaan kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran orang-seorang, atau “produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat”), dan juga dihilangkannya kata koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi atau asas kekeluargaan. Seorang angota DPRD Kota Magelang saat mengetahui hal ini (12 Maret) menyatakan bingung lalu bertanya, “Apa pegangan kami untuk melaksanakan dan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan?”
4. Demikian, paham “ekonomisme” yang telah “merajalela” di Indonesia sejak Orde Baru dan lebih diintensifkan lagi sejak meningkatnya globalisasi dan Neoliberalisme medio delapan puluhan (Kebijaksanaan Paket 88), telah benar-benar “mengacaukan” pengertian kesejahteraan rakyat di Indonesia, sampai-sampai seorang konglomerat yang tidak setuju konsep ekonomi rakyat pada tahun 1997 menjadi penasaran dengan menyatakan “Saya (yang konglomerat) kan juga rakyat to, Pak?”. Di sini jelas betapa kata rakyat dalam pengertian tata-negara telah dikacaukan untuk membela kepentingan ekonomi mereka yang tidak termasuk ekonomi rakyat. Seharusnya tidak sulit mematahkan argumentasi konglomerat tersebut apabila dikatakan, “Jika Anda memang rakyat, mengapa Anda tidak tinggal di RSS di komplek perumahan rakyat?”
5. Paradigma kesejahteraan rakyat memang sangat perlu diperdebatkan oleh siapa saja terutama pejabat yang bertugas memikirkan upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Upaya-upaya ke arah itu selama ini dianggap cukup memadai melalui peningkatan kemakmuran rakyat (pembangunan ekonomi) atau melalui program-program penanggulangan kemiskinan yang hasilnya memang sejauh ini masih belum menggembirakan.
Terbukti bahwa berbagai upaya dan program ini banyak yang tidak berhasil terutama karena dilaksanakan dalam kerangka sistem ekonomi pasar bebas yang kapitalistik liberal, yang tidak peduli pada “nasib” rakyat kecil dan membiarkan terjadinya persaingan liberal antara konglomerat dan ekonomi rakyat. Inilah masalah besar sistem perekonomian yang kini berjalan di Indonesia. Kita patut terus-menerus berusaha untuk mewujudkan sistem ekonomi Pancasila yaitu sistem ekonomi pasar yang mengacu pada sila-sila Pancasila, yang benar-benar menjanjikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

II. Ekonomisme yang Menjauhi Pancasila
6. Dalam buku Wilber Moore, Economy and Society (Random House, 1955) yang meminjam dari buku besar Max Weber sosiolog Jerman, Wirtschaft und Gesellschaft atau Economy and Society (Tubingen, JCB Hohr, 1910) jelas bahwa ekonomi dianggap wilayah kecil yang merupakan bagian dari wilayah besar masyarakat. Dengan perkembangan masyarakat yang makin komplek, kehidupan ekonomi menjadi makin penting dan lama-kelamaan dalam sistem (ekonomi) kapitalisme seakan-akan menjadi jauh lebih penting ketimbang masyarakat sendiri.
Meskipun di Indonesia semua orang menyadari krisis yang kita hadapi sejak 1997 adalah krisis multidimensi (politik, ekonomi, budaya), namun orang cenderung dengan mudah menyebutnya sebagai krisis ekonomi. Konotasi ekonomi rupanya dianggap jauh lebih “menyeluruh” atau dianggap jauh lebih penting ketimbang aspek-aspek kehidupan politik, sosial, budaya, bahkan moral. Adapun alasan utama anggapan lebih pentingnya ekonomi ketimbang faktor-faktor lain adalah karena sejak pembangunan ber-Repelita (1969), pembangunan ekonomi berupa pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% per tahun selama 30 tahun (210% secara akumulatif), telah mengubah Indonesia secara “luar biasa” dari sebuah negara miskin menjadi megara yang tidak miskin lagi.
7. Perubahan besar masyarakat Indonesia karena keberhasilan dalam pembangunan ekonomi memberikan kesan adanya sumbangan luar biasa dari teknokrat ekonomi dan hampir-hampir melupakan kemungkinan adanya jasa kepakaran lain-lain di luar ekonomi. Jika ada profesi lain di luar ekonomi ia adalah militer yang telah berjasa menjaga kestabilan politik pemerintah Orde Baru, yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Inilah yang oleh Bank Dunia (1993) disebut sebagai East Asian Miracle, karena Indonesia merupakan bagian dari 8 negara Asia Timur yang telah mengalami “Sustainable rapid growth with highly equal income distribution”. Jika kita baca secara teliti buku East Asian Miracle maka akan nampak kesembronoannya dalam menggambarkan realita ekonomi Indonesia saat itu. Memang benar pertumbuhan ekonomi positif rata-rata 7% pertahun berlangsung 30 tahun, meskipun pernah serendah 2,2% pada tahun 1982. Namun sangat keliru untuk menyatakan bahwa pembagian pendapatannya sangat merata (highly equal). Pada tahun yang sama dengan penerbitan buku (1993), Sidang Umum MPR menyatakan telah munculnya kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi yang tajam yang jika dibiarkan akan berakibat pada keangkuhan dan kecemburuan sosial. Kekeliruan fatal dari masyarakat dan bangsa Indonesia adalah mengabaikan hasil Sidang Umum MPR 1993 tersebut dan menganggap kesimpulan buku East Asian Miracle lebih benar. Akibatnya, tidak sampai Repelita VI selesai, krismon yang merupakan “bom waktu” meledak tahun 1997, tanpa kita mampu menduganya. Padahal jika kita waspada justru MPR 1993 telah benar-benar memperingatkannya.
8. Kini hampir 6 tahun setelah krismon meledak, kita bangsa Indonesia masih bersikukuh bahwa “ekonomi adalah segala-galanya”. Itulah yang kami sebut sebagai periode Ekonomisme (Mubyarto, 2001). Terbukti krisis yang jelas bersifat multidimensi kita sebut hanya sebagai krisis ekonomi dan satu-satunya jalan keluar (solution) dari suatu krisis ekonomi adalah kebijakan (makro) ekonomi untuk pemulihan ekonomi (economic recovery). Maka tidak heran kita menyambut gembira misi PBB di Jakarta bertajuk UNSFIR (United Nations Support Facility for Indonesian Recovery) yang dipimpin pakar-pakar ekonomi. UNSFIR setelah bekerja 5 tahun di Indonesia tidak pernah berhasil membantu proses pemulihan ekonomi tetapi hasilnya baru sekedar “studi-studi”.
Salah satu kesalahan serius, sekali lagi, adalah kepercayaan kita yang terlalu besar bahwa pemulihan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan ekonomi konvensional adalah satu-satunya jalan. Dan di antara cara-cara konvensional itu adalah menganggap bahwa kebijakan moneter khususnya melalui peranan perbankan modern adalah segala-galanya. Sektor perbankan dianggap “conditio sine qua non” termasuk kini pasar uang dan pasar modal, sehingga pemerintah bersedia membiayai berapapun untuk “menyelamatkan” sektor perbankan melalui program rekapitalisasi perbankan. Sikap pemerintah yang keliru dalam menghadapi krisis perbankan inilah yang telah menyandera seluruh kebijakan pemerintah sejak krismon padahal terbukti BPPN sebagai rumah sakit perbankan nasional justru menjadi lahan baru kaum pemodal (kapitalis) untuk mengeruk keuntungan bagi mereka sendiri. Di kalangan perbankan swasta sama sekali tidak nampak itikad baik membantu menyelesaikan masalah ekonomi yang sedang dihadapi negara dan bangsa Indonesia.
9. Jika kini kita bertanya kepada pakar-pakar ekonomi bagaimana peranan “Ekonomi Bangsa dalam upaya mensejahterakan Masyarakat”, maka mayoritas ekonom tidak akan sanggup menjawabnya, kecuali mereka yang tidak lagi percaya pada teori-teori ekonomi Neoklasik Ortodok Barat yang dikuasainya. Selama pakar-pakar ekonomi merasa teori ekonomi Kapitalisme-Neoliberal harus tetap dianut Indonesia, lebih-lebih jika mereka berpendapat Indonesia jangan coba-coba melawan kekuatan globalisasi yang dahsyat, maka tidak mungkin pakar-pakar ekonomi dapat menemukan resep untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia. Menghadapi kekuatan globalisasi banyak diantara pakar ekonomi kita menyarankan sikap konyol “if you can not beat them, join them”. Kita harus sadar bahwa pemecahan masalah ekonomi Indonesia tidak terletak di bidang ekonomi tetapi di bidang sosial, politik, budaya, dan moral bangsa. Faktor-faktor itulah yang terkandung dalam Pancasila ideologi bangsa. Hanya dalam Pancasila terkandung dasar-dasar moral dan kemanusiaan, cara-cara nasionalistik dan kerakyatan/demokratis, untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Inilah ajaran Ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi Pancasila adalah Sistem Ekonomi Pasar yang mengacu pada setiap sila Pancasila. Sistem ekonomi Pancasila memberikan pedoman penyusunan kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak sekedar efisien, tetapi juga adil. Masyarakat bangsa Indonesia yang akan kita wujudkan adalah masyarakat yang adil dan makmur berdasar Pancasila, masyarakat yang makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Suatu masyarakat yang tidak efisien dapat bertahan beberapa generasi tetapi jika keadilan sama sekali diabaikan masyarakat yang bersangkutan akan terus bergejolak dan tidak pernah akan merasa tenteram.
10. Dalam era perubahan besar yang kita kenal dengan nama globalisasi atau keadaan pasar bebas, ekonomi Indonesia akan terhanyut, dan tidak akan mampu bertahan, jika kita sebagai bangsa tidak lagi mempunyai rasa percaya diri. Globalisasi adalah gerakan berkekuatan raksasa karena dikendalikan oleh kekuatan modal besar dan teknologi super canggih dari negara-negara kapitalis Barat yang ingin menguasai dunia. Aturan main globalisasi adalah aturan buatan mereka dan tidak ada sedikitpun peranan negara-negara berkembang seperti Indonesia yang ikut mempengaruhinya. Maka satu-satunya jalan bagi Indonesia untuk melawannya adalah dengan menyusun aturan main buatan kita sendiri berdasar kekuatan sosial-budaya kita sendiri. Itulah ideologi Pancasila, ideologi yang telah berhasil menyatukan bangsa Indonesia sehingga dapat menjadi bangsa merdeka tahun 1945. Mengapa kemerdekaan Indonesia yang sudah berumur 57 tahun tidak mampu membuat bangsa Indonesia percaya diri untuk mempertahankan kemerdekaan dan menghadapi perubahan besar/globalisasi? Jawabannya jelas karena bangsa Indonesia telah tererosi moralnya dan dimanja oleh kemajuan materi selama 30 tahun era ekonomisme. Kini tidak ada jalan lain kecuali menemukan kembali jati diri bangsa dan sekali lagi jati diri itu tidak lain adalah Pancasila. Pancasila telah dua kali menyelamatkan bangsa Indonesia yaitu tahun 1945 telah membebaskan kita dari penjajahan, dan tahun 1966 membebaskan kita dari ancaman komunisme. Kini kita harus percaya bahwa hanya Pancasilalah yang akan menyelamatkan kita dari ancaman globalisasi yang liar dan serakah.

III. Kebutuhan akan Ilmu Ekonomi Pancasila
11. Pada tahun 1936 J.M. Keynes seorang diri membuat revolusi dengan menunjukkan bahwa ilmu ekonomi yang dipelajari dan dikembangkan selama 150 tahun sejak 1776 adalah ilmu yang keliru yang harus ditinggalkan jika sistem kapitalisme ingin selamat. Hal mendasar yang paling jelas kekeliruannya adalah kepercayaan selalu terjadinya keseimbangan (equilibrium) antara pasokan (supply) dan permintaan (demand) yang terkenal sebagai hukum Say (Say’s Law).
Ilmu Ekonomi di Indonesia, seperti halnya di banyak negara berkembang yang lain, juga tidak relevan (irrelevant) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ilmu ekonomi yang diajarkan di Indonesia sejak pertengahan tahun limapuluhan adalah ilmu yang mengajarkan keserakahan perorangan atas alam benda, yang mengajarkan sifat-sifat egoisme (memikirkan diri sendiri) pada setiap orang dan menafikan asas dan semangat kekeluargaan.
Ilmu Ekonomi Pancasila bertolak belakang dengan ilmu ekonomi Neoklasik ortodok yang kini diajarkan di perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah lanjutan, yang mengasumsikan rumah tangga atau masyarakat semata-mata sebagai konsumen yang hanya bertindak sebagai kumpulan “tukang belanja” dan di pihak lain produsen yaitu dunia usaha yang pekerjaannya sangat mulia yaitu memproduksi barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat/masyarakat dianggap selalu merupakan misi dunia usaha. Maka investor selalu dianggap “dewa penyelamat” yang tugasnya “memakmurkan masyarakat” atau membuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja yang membutuhkannya.
Demikian pakar-pakar ekonomi Indonesia yang menerima sebagai tugasnya mengemban amanat penderitaan rakyat harus berdiri di baris terdepan merombak total ajaran ilmu ekonomi Neoklasik ortodok yang sudah kita terima laksana ajaran agama, padahal ia jelas-jelas hanya mengajarkan keserakahan perorangan atas alam benda. Ilmu Ekonomi Pancasila adalah ilmu tentang ekonomi moral yang sesuai nilai dan budaya bangsa.
Penulis : Mubyarto